“Sukses adalah milik mereka yang mau berusaha.”
Kalimat sederhana itu kini terpatri kuat dalam benak kami, anak-anak asuh Panti Asuhan Rumah Sejahtera (PARS). Sebuah kalimat yang membuka mata kami tentang indahnya masa depan; sebuah masa depan yang dulu mungkin tak pernah berani kami bayangkan. Semua itu berubah setelah kami berkesempatan untuk duduk, mendengar, dan menyerap inspirasi dari seorang tokoh luar biasa, Prof. Dr. Suyanto.
Bagi kami, seorang profesor dan mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mungkin terdengar seperti sosok yang lahir dari keluarga terpandang. Namun, pertemuan itu mematahkan semua dugaan kami.
Berawal dari Nasi Gaplek, Berakhir di Puncak Prestasi
Siapa sangka, Prof. Suyanto ternyata memiliki latar belakang yang begitu dekat dengan kami. Beliau bukanlah putra seorang bangsawan atau konglomerat. Beliau adalah anak desa yang tumbuh dengan segala keterbatasan ekonomi. Kisah inilah yang langsung menyentuh hati kami.
Dengan semangat yang menyala, beliau menasihati kami, “Kalian harus lebih sukses dari pada saya. Dulu saya makan dengan gaplek (nasi dari singkong), bisa jadi guru besar dan rektor. Kalian yang sekarang gizinya sudah jauh lebih baik, harus bisa lebih hebat!”
Nasihat itu terasa begitu jujur dan kuat. Beliau membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah tembok penghalang, melainkan pemicu untuk berjuang lebih keras. Sejak kecil, beliau sudah terbiasa hidup mandiri, bahkan harus berjuang mencari beasiswa untuk membiayai sekolah hingga kuliahnya. Kegigihan itu pulalah yang membawanya terbang melintasi samudra untuk menamatkan pendidikan doktoral di College of Education, Michigan State University, Amerika Serikat. Sebuah prestasi yang luar biasa bagi anak desa, dan sebuah teladan nyata bagi kami semua.
Pelajaran Terpenting: Tetap Rendah Hati
Namun, dari semua pencapaian gemilang itu, ada satu pelajaran lain yang justru bersinar paling terang: sikap rendah hati beliau.
Meskipun telah meraih jabatan dan gelar tertinggi, Prof. Suyanto tetaplah pribadi yang sederhana. Kesederhanaan itu terpancar dari tutur katanya yang santun, penampilannya yang bersahaja, serta caranya memperlakukan kami semua dengan hangat. Tidak ada sedikit pun kesombongan, yang ada hanya kepedulian tulus yang membuat kami merasa dihargai. Beliau mengajarkan kami bahwa puncak tertinggi dari ilmu dan kesuksesan adalah akhlak yang mulia.
Masih banyak sekali hikmah dan inspirasi dari pertemuan singkat itu yang tak cukup untuk dituliskan di sini. Pertemuan itu telah menanamkan benih harapan dan keberanian di hati kami. Kini kami tahu, dari mana pun kami berasal, kami berhak untuk bermimpi setinggi-tingginya.
Kami berdoa, semoga masih ada kesempatan lain untuk bisa kembali menyerap ilmu dari beliau. Semoga pertemuan itu bukanlah yang terakhir kalinya. Aamiin.

Tinggalkan Balasan