Masa remaja adalah fase yang unik dan penuh warna. Ia bukanlah lagi anak-anak, namun juga belum sepenuhnya dewasa. Di masa transisi inilah seorang anak seringkali merasa rentan, berjuang mencari jati diri, dan begitu mendambakan perhatian. Mereka tidak ingin diperlakukan seperti anak kecil, tetapi juga belum siap memikul tanggung jawab penuh orang dewasa.
Di sinilah peran kita sebagai orang tua, pengasuh, dan pendidik menjadi sangat krusial. Bagaimana kita bisa mendampingi mereka melewati fase “pencarian jati diri” ini agar mereka tidak tersesat ke jalan yang negatif?
Berikut adalah empat prinsip dasar yang bisa menjadi panduan kita, disarikan dari buku Pedoman Pendidikan Anak karya Abdurrahman Khalid.
1. Menjadi Pendengar yang Baik, Bukan Hakim yang Mengkritik
Remaja memiliki kepekaan perasaan yang luar biasa. Mereka ingin ide-idenya didengar, ingin tampil sempurna, dan sangat tidak suka dikritik secara terang-terangan, apalagi hingga melukai harga dirinya.
Alih-alih langsung menyalahkan saat mereka berbuat keliru, posisikan diri kita sebagai sahabat. Beri dukungan penuh saat ide atau tindakan mereka positif. Namun, saat mereka melakukan kesalahan, ajaklah bicara dari hati ke hati. Gunakan kalimat seperti, “Menurut Ayah/Ibu, bagaimana kalau kita coba lihat dari sisi lain?” Ini jauh lebih efektif daripada hardikan yang justru akan membuat mereka semakin menjauh.
2. Membangun Jembatan Kepercayaan, Bukan Tembok Kerahasiaan
Tidak ada yang lebih menyakitkan bagi remaja selain merasa dibohongi atau ada hal yang ditutup-tutupi oleh orang terdekatnya. Sikap terbuka dan amanah (dapat dipercaya) adalah kunci untuk masuk ke dalam dunia mereka.
Bangunlah komunikasi yang hangat dan dua arah. Ciptakan suasana di mana mereka tidak takut untuk bercerita, bertanya, bahkan mengakui kesalahan. Ketika remaja memercayakan rahasianya kepada kita, jagalah itu sebagai amanah. Kepercayaan yang kita tanam hari ini akan menjadi tempat mereka “pulang” untuk meminta nasihat saat menghadapi masalah yang lebih besar kelak.
3. Menjadi ‘Pelabuhan’ Tenang Saat Badai Emosi Melanda
Masa remaja adalah masa pancaroba, di mana emosi seringkali naik turun tanpa bisa ditebak. Ketegangan kecil bisa memicu ledakan amarah, namun di sisi lain, masalah yang serius terkadang dianggap sepele. Inilah yang sering disebut sebagai ketidakstabilan emosi.
Menghadapi remaja yang sedang emosional dengan kemarahan hanya akan memperkeruh suasana. Peran kita adalah menjadi “pelabuhan” yang tenang. Hadapi perilaku mereka dengan sikap bijaksana dan sabar. Dengarkan luapan emosi mereka, lalu saat suasana sudah lebih tenang, berikan pengertian dan ajak mereka melihat masalah dengan kepala dingin.
4. Menebar Kasih Sayang, Menuai Ketenangan Jiwa
Setiap manusia, tanpa terkecuali, membutuhkan kasih sayang. Terutama dari keluarga. Rumah harus menjadi sumber kehangatan utama bagi seorang remaja. Jangan pernah biarkan mereka merasa kurang dicintai atau diabaikan.
Sebab, ketika seorang anak tidak lagi menemukan kehangatan di dalam rumah, ia akan mencarinya di luar. Kondisi inilah yang sangat berisiko dan membuka pintu bagi pengaruh-pengaruh negatif. Pelukan hangat, pujian tulus, atau sekadar waktu berkualitas untuk mengobrol santai bisa menjadi benteng terkuat yang melindungi mereka.
Mendidik remaja memang sebuah seni yang menantang, namun dengan pemahaman, kesabaran, dan kasih sayang, kita bisa membimbing mereka menjadi pribadi yang tangguh dan berakhlak mulia.


Tinggalkan Balasan