Kenangan “Adu Nyali” di Kegelapan Gua Pindul

·

Di Rumah Sejahtera, kami percaya bahwa pendidikan karakter tidak hanya terjadi di dalam kelas atau ruang ibadah. Terkadang, pelajaran paling berharga justru ditemukan di tempat-tempat tak terduga, seperti di dalam kegelapan perut bumi. Salah satu momen tak terlupakan yang menjadi bagian dari sejarah kami adalah saat mengajak anak-anak “adu nyali” di Gua Pindul.

Gua Pindul, destinasi susur gua yang kini begitu mashyur, pada waktu itu adalah sebuah tantangan baru bagi kami semua. Mengapung di atas ban menyusuri sungai bawah tanah, dengan hanya berbekal baju pelampung, adalah sebuah ujian keberanian tersendiri. Terlebih bagi anak-anak yang belum bisa berenang, kekhawatiran terlepas dari ban tentu membayangi.

Saat pertanyaan itu dilontarkan, “Siapa yang berani?”

Tanpa diduga, jawaban yang kami terima adalah lautan tangan yang terangkat, diiringi teriakan semangat yang membahana. Jiwa petualang mereka seketika menyala. Anak-anak segera berebut memilih pelampung, wajah mereka berseri-seri, tak sabar menanti tantangan di depan.

Namun, di tengah euforia itu, ada sedikit kekecewaan. Beberapa anak asuh putri kami yang sedang berhalangan (haid) terpaksa harus mengurungkan niatnya. Sesuai aturan adat setempat, mereka tidak diperkenankan memasuki gua. Meski berat hati, mereka belajar tentang kepatuhan pada aturan, dan dengan lapang dada mendukung teman-temannya dari kejauhan. Sebuah pelajaran kedewasaan yang tak kalah pentingnya.

Dari Riuh Menjadi Senyap

Suasana riuh penuh canda tawa perlahan sirna begitu mulut gua mulai menelan kami satu per satu ke dalam kegelapannya. Cahaya senter dari pemandu menjadi satu-satunya penunjuk jalan. Suasana pun berubah menjadi senyap dan khusyuk. Sembari telinga kami menyimak setiap penjelasan pemandu tentang stalaktit dan stalagmit, mata kami tak henti-hentinya waspada.

Perasaan takut mulai menyelinap. “Pak, di sini ada ularnya tidak?” tanya beberapa anak dengan suara berbisik. Hati pun terasa sedikit gundah ketika pemandu menjawab bahwa kemungkinan itu ada, dan kami semua dilarang keras mengganggu hewan apa pun yang kami temui. Di dalam gelap, mereka belajar untuk menghormati alam dan semua penghuninya.

Perlahan tapi pasti, sebuah cahaya terang mulai tampak di ujung sana. Sebuah pertanda bahwa petualangan di dalam gelap akan segera berakhir. Wajah-wajah yang tadinya tegang mulai mengendur, digantikan oleh senyum lega. Masih dengan saling berpegangan tangan, rombongan kami diarahkan oleh pemandu menuju titik akhir yang lebih dangkal.

Saat kaki mereka akhirnya menapak kembali di dasar yang kokoh dan kepala mereka ditengadahkan ke langit yang cerah, sebuah teriakan kemenangan pun pecah.

“YES… YES… YES!”

Teriak mereka serempak. Itu bukan hanya teriakan lega, melainkan teriakan kemenangan karena telah berhasil menaklukkan rasa takut. Pelajaran hari itu sangat jelas: tantangan sebesar apa pun, jika dihadapi bersama dengan keberanian dan saling percaya, pasti bisa dilewati. Dan kenangan “adu nyali” itu, kami yakin, masih tersimpan di hati mereka hingga kini sebagai bukti bahwa mereka adalah anak-anak yang pemberani.

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *