Mampukah Pustaka Keagamaan Menyelamatkan Harta Karun Dakwah Kita?

·

Di era digital ini, jari-jemari kita begitu lincah menari di atas layar gawai. Cukup ketik satu kata kunci, dan “Mbah Google” akan menyajikan ribuan jawaban dalam hitungan detik. Kemudahan ini adalah berkah, namun di baliknya tersimpan sebuah tantangan besar: Apakah kita akan kehilangan mata air ilmu yang sesungguhnya?

Pertanyaan inilah yang menjadi inti kegelisahan kita bersama, terutama saat melihat peran pustaka keagamaan yang perlahan mulai tergerus zaman. Perpustakaan yang dahulu menjadi jantung peradaban dan sumber rujukan, kini seolah sunyi di tengah riuhnya dunia maya. Pertanyaannya, mampukah pustaka keagamaan bangkit dan mengambil peran baru yang lebih strategis?

Misi Penyelamatan: Mendokumentasikan Kembali Ilmu Para Ulama

Tantangan ini disuarakan dengan tegas oleh Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam, Bapak Abdul Jamil, dalam sebuah acara Pelatihan Manajemen dan Pengelolaan Pustaka Keagamaan yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama beberapa waktu lalu.

Beliau mengingatkan bahwa banyak sekali sumber bacaan, kitab-kitab, dan naskah berharga dari para ulama terdahulu yang kini berada di ambang kepunahan. “Oleh karena itu, pustaka keagamaan harus mampu mendokumentasikan kembali sumber bacaan tersebut,” tegasnya.

Ini bukan sekadar urusan merapikan buku di rak. Ini adalah misi penyelamatan. Setiap naskah lama yang berhasil didigitalisasi dan setiap kitab klasik yang dialihmediakan adalah upaya kita untuk menjaga warisan ilmu. Lebih dari itu, ini adalah bentuk penghargaan dan bakti kita kepada para ulama yang telah mendedikasikan hidup mereka untuk menyebarkan cahaya pengetahuan.

Memanfaatkan Era Digital, Bukan Menghindarinya

Era internet bukanlah musuh yang harus ditakuti, melainkan ombak besar yang harus kita tunggangi untuk kemajuan dakwah. Pustaka keagamaan tidak boleh lagi hanya menunggu untuk dikunjungi. Ia harus proaktif “menjemput bola” dengan merambah dunia digital.

Bayangkan, betapa luar biasanya jika kita bisa mengakses manuskrip-manuskrip kuno dari ulama Nusantara hanya dengan beberapa kali klik. Betapa bermanfaatnya jika kajian-kajian mendalam dari kitab-kitab yang langka bisa disajikan dalam format yang mudah diakses oleh generasi muda. Inilah tugas pustaka keagamaan modern: menjadi jembatan antara khazanah masa lalu dan kebutuhan dakwah masa kini.

Seperti yang disampaikan oleh Direktur Penerangan Agama Islam, Ibu Eis Sri Mulyani, pustaka keagamaan adalah cermin perkembangan dakwah Islam dari masa ke masa. Kualitas koleksi dan kemudahan akses terhadap pustaka kita hari ini akan menentukan kualitas pemahaman keagamaan generasi mendatang.

Pada akhirnya, tanggung jawab ini tidak hanya berada di pundak para pengelola perpustakaan atau Kementerian Agama. Ini adalah tanggung jawab kita bersama sebagai umat. Apakah kita akan menjadi generasi yang membiarkan harta karun ilmu para pendahulu kita terkubur oleh zaman, atau kita akan menjadi generasi yang gigih melestarikannya untuk diwariskan kepada anak cucu kita? Jawabannya ada pada kepedulian kita hari ini.

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *