Dari Artikel Rutin kami tentang One Day One Hadist, kali ini kami akan mengangkat Hadits Riwayat Muslim berikut yang membahas tentang Perintah Mengatasi Kemungkaran serta Pelajaran yang terkandung dari Hadits Tersebut.
Perintah Mengatasi Kemungkaran
عَنْ أَبي سَعيدٍ الخُدريِّ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعتُ رِسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقولُ: (مَن رَأى مِنكُم مُنكَرَاً فَليُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطعْ فَبِقَلبِه وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإيمَانِ) – رواه مسلم
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu anhu, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Barang siapa di antaramu melihat kemungkaran, hendaklah ia merubahnya (mencegahnya) dengan tangannya (kekuasaannya) ; jika ia tak sanggup, maka dengan lidahnya (menasihatinya) ; dan jika tak sanggup juga, maka dengan hatinya (merasa tidak senang dan tidak setuju) , dan demikian itu adalah selemah-lemah iman”.
[Hr.Muslim ]
Pelajaran yang terdapat dalam hadits:
1- Hadits ini adalah hadits yang jami’ (mencakup banyak persoalan) dan sangat penting dalam syari’at Islam, bahkan sebagian ulama mengatakan, “Hadits ini pantas untuk menjadi separuh dari agama (syari’at), karena amalan-amalan syari’at terbagi dua: ma’ruf (kebaikan) yang wajib diperintahkan dan dilaksanakan, atau mungkar (kemungkaran) yang wajib diingkari, maka dari sisi ini, hadits tersebut adalah separuh dari syari’at.”
2- Karakter seorang yang beriman, dan dalam mengingkari kemungkaran tersebut ada tiga tingkatan:
a- Mengingkari dengan tangan.
Seseorang apabila melihat suatu kemungkaran maka ia wajib mengubahnya dengan tangan jika ia mampu melakukannya, seperti seorang penguasa terhadap bawahannya, kepala keluarga terhadap istri, anak dan keluarganya, dan mengingkari dengan tangan bukan berarti dengan senjata.
b- Mengingkari dengan lisan.
Adapun dengan lisan seperti memberikan nasihat yang merupakan hak di antara sesama muslim dan sebagai realisasi dari amar ma’ruf dan nahi mungkar itu sendiri, dengan menggunakan tulisan yang mengajak kepada kebenaran dan membantah syubuhat (kerancuan) dan segala bentuk kebatilan.
c- Mengingkari dengan hati.
Adapun tingkatan terakhir (mengingkari dengan hati) artinya adalah membenci kemungkaran- kemungkaran tersebut, ini adalah kewajiban yang tidak gugur atas setiap individu dalam setiap situasi dan kondisi, oleh karena itu barang siapa yang tidak mengingkari dengan hatinya maka ia akan binasa.
3- Dengan demikian, nahi mungkar yang dibebankan kepada setiap muslim, jika ia telah menjalankannya, sedangkan orang yang diperingatkan tidak melaksanakannya, maka pemberi peringatan telah terlepas dari celaan, sebab ia hanya diperintah menjalankan nahi mungkar, tidak harus sampai bisa diterima oleh yang diberi peringatan.
4- Kemudian, nahi mungkar merupakan perbuatan wajib kifayah, sehingga jika telah ada yang menjalankannya, maka yang lain terbebas. Jika semua orang meninggalkannya, maka berdosalah semua orang yang mampu melaksanakannya, terkecuali yang ada udzur.
5- Kemudian ada kalanya menjadi wajib ‘ain bagi seseorang. Misalnya, jika di suatu tempat yang tidak ada orang lain yang mengetahui kemungkaran itu selain dia, atau kemungkaran itu hanya bisa dicegah oleh dia sendiri, misalnya seseorang yang melihat istri, anak, atau pembantunya melakukan kemungkaran atau kurang dalam melaksanakan kewajibannya.
Tema hadist yang berkaitan dengan Al-Quran:
– Keutamaan mengatasi kemungkaran
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.
[Surat Al-A’raf 165]